Menghidupkan Agama, Membangun Bangsa

Menghidupkan Agama, Membangkitkan Bangsa

Saat berbagai kesempatan naik taksi online, saya selalu meluangkan waktu untuk ngobrol dengan sopir sekedar belajar membaca pemikiran dan karakter orang lain. Kenapa ? Karena bagi saya, orang adalah sumber inspirasi. Saya teringat dengan konsep design thinking yang menekankan human centered design. Dengan begitu, saya bisa menyerap ilmu kebaikan dari setiap orang yang saya jumpai. Di situlah hakikat hikmah dan iqro, membaca konsep kehidupan seperti perintah ayat Al Quran QS Al-’Alaq : 1 di mana obyek (maf’ul) tidak disebutkan sehingga yang dibaca tidak hanya sebatas buku atau tulisan tetapi konsep kehidupan. 

Topik-topik yang saya diskusikan biasanya hal-hal kebiasaan sehari-hari seperti makan, petualangan merantau, pekerjaan, obyek wisata dan sejenisnya. Jadi topik-topik yang ringan dan sederhana. Sangat jarang saya mendiskusikan masalah bangsa dan topik-topik yang berat lainnya. 

Dalam kesempatan mengambil mobil di bengkel di Madiun, saya berkesempatan bertemu dengan seorang driver taksi online yang beragama kristen. Awalnya obrolan hanya ringan-ringan saja. Dia menceritakan aktivitas merantau sampai Magetan padahal aslinya berasal dari Bekasi. Istrinya juga bukan berasal dari Magetan dan sekitarnya. Ternyata dia cerita kalau lulusan S1 Teknik Sipil dan saat itu sebagai tenaga proyek tol Ngawi – Solo. Setelah proyek selesai, dia tidak mendapatkan pekerjaan lagi sehingga memutuskan untuk menjadi driver online. 

Singkat cerita, obrolan mengalir begitu saja membahas topik yang sangat berat yaitu perbaikan bangsa. Banyak orang yang bilang “Gimana mau mengurus bangsa, mengurus diri sendiri saja sudah pusing”. 

Entah bagaimana caranya tiba-tiba obrolan nyambung tentang Jepang. Mayoritas Jepang menganut agama shinto, alam semesta sebagai Tuhan. Karena saya pernah tinggal 2 pekan di Jepang & merasakan sendiri atmosfer lingkungan di sana, keberadaan Tuhan bagi mereka sangat penting. Buang sampah di sembarang tempat, menghancurkan alam, tidak merawat semua yang ada di lingkungan dianggap sebagai tindakan menyakiti Tuhan. Datang telat, dianggap menyakiti orang lain dan menyakiti Tuhan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan selama beberapa kali naik MRT, LRT, maupun kereta shinkansen di Jepang, kedatangan dan keberangkatan kereta selalu on time. Jalan-jalan bahkan lebih bersih dari rumah saya 🙂 Ya, karena filosofisnya tinggi sekali. Mereka menganggap aktivitas mereka walaupun kecil maka berpengaruh ke Tuhan mereka. Mereka ingin Tuhan mereka bahagia. Walaupun tidak sedikit juga karena faktor budaya saja mereka menjalankan aktivitas-aktivitas kebaikan tersebut. 

Lalu obrolan beralih ke Indonesia, kenapa bisa terjadi begitu banyak permasalahan, bahkan untuk sekedar berprestasi ikut Piala Dunia saja tidak bisa. Akhirnya obrolan mengerucut pada 2 permasalahan utama yaitu 1) Pendidikan 2) Ekonomi 3) Ketiadaan Tuhan dalam aktivitas sehari-hari.

Ada masalah besar pendidikan di Indonesia yang ternyata kami berdua merasakan hal yang sama. Sekolah dari SD, SMP, SMA, & bahkan sampai kuliah ternyata isinya hanya belajar dan ujian. Beda dengan di Jepang atau negara-negara maju, jenjang pendidikan sangat jelas tujuannya. TK fokus di Manajemen Diri, SD mempelajari alam sekitar, SMP menemukan dan mengembangkan potensi / passion / bakat, SMA merancang karir masa depan, & kuliah membangun dan mematangkan core skill diri. Kami memandang sekolah selama 16 tahun memboroskan waktu kalau tidak ada output karakter yang jelas di setiap jenjang haha

Karena dia memulai pembicaraan politik duluan, maka saya juga berbagai pengalaman guru saya mau jadi Wakil Bupati harus mengeluarkan uang 1,2 Milyar (teman saya sekarang ada yg jadi kepala desa saja sudah habis 1,5 Milyar hehe), ada yg menjadi anggota DPR dan membongkar kasus korupsi sesama anggota DPR dengan melaporkan ke KPK ternyata dikucilkan oleh teman-temannya sesama anggota DPR, lalu mertua saya pernah menjadi pengurus DPD salah dua partai besar di Indonesia (konon dulu sering nemani Ibu Presiden blusukan sebelum jaman reformasi) niatnya ingin bermanfaat dan silaturahim dengan orang-orang baik, nyatanya gagal menjadi aleg hanya karena tidak mau main money politics dan sampai detik ini mengarahkan saya untuk tidak terjun di politik praktis. Tambah runyam dan madsu aja bangsa ini haha

Saya menceritakan tantangan yang dihadapi umat islam ternyata dia pun mengalami masalah yang mirip-mirip.

Akhirnya kami berdua terdiam cukup lama, pusing kayaknya hehe. Akhirnya abang driver memulai “Yang terpenting kita bisa menjadi orang yg lebih baik saja, walaupun hanya cukup untuk memberi makan keluarga sendiri saja”. Aktivitas harus dibawa ke Ketuhanan. Agama harus menjiwai setiap aktivitas karena pada dasarnya Agama menghendaki kebaikan. Kalau umatnya belum baik dengan membawa Agama tertentu, maka pada dasarnya yg salah adalah orangnya, bukan agamanya. Jangan-jangan belum menjadikan agama & Tuhan sebagai inspirasi atau justru malah melawannya. Agama bukanlah candu tetapi penyemangat untuk menjadikan diri lebih baik di setiap saat dan setiap tempat. Mungkin kalau sudah selesai urusan pribadi dan keluarga, bisa memberikan manfaat untuk masyarakat dan pastinya kalau individu-individu baik yang menjadikan berani atau takut karena Tuhan Allah YME yang banyak ini berkumpul, akan lahir pemimpin-pemimpin yang amanah.

Obrolan akhirnya ditutup dengan sejarah Pancasila yg menjadi kesepakatan founding fathers negara dengan agama dan suku yang beraneka ragam tetapi semuanya bisa bersatu. Sama seperti Piagam Madinah yang dicetuskan sebagai konsitusi pertama di dunia yang diterapkan oleh Rasulullah untuk mengatur berbagai kabilah dan agama yang ada di Madinah saat itu. Pancasila yang tidak perlu mengaku-ngaku “Aku Pancasila, Aku Setia Pancasila” tapi terwujud dalam aktivitas kita sehari-hari sehingga bisa semakin menguatkan 1) Ketuhanan dalam keseharian 2) Pendidikan yang membentuk pribadi berkarakter lebih baik dan sekaligus inspirasi untuk membangun 3) Ekonomi setiap orang dewasa di Indonesia.

Dalam kebingungan dan keputusasaan masa depan bangsa, ternyata obrolan singkat 30 menit bisa membuka cakrawala berpikir saya. Perbedaan agama dan suku ternyata bisa disatukan selama niatnya karena Tuhan dan untuk belajar. Mungkin seperti ini dulu Rasulullah membangun bangsa lewat Piagam Madinah serta pendiri bangsa Indonesia bersepakat dalam Pancasila, bersepakat dalam persatuan dan toleransi dalam perbedaan.

Te

Saya jadi teringat kata-kata inspirasi dari Buya Hamka :”Iman yang telah menghujam ke dalam hati akan memperteduh pendirian seseorang, tidak ada yang mampu mengalahkannya dengan cara apapun, karena ia memiliki sandaran yang kuat yaitu Tuhan Allah SWT. Ia tidak gentar mengatakan kebenaran walaupun konsekuensinya nyawa melayang”

Magetan, 28 Juni 2021