Sepakbola dan Pergerakan Islam

Muhamad Miftachudin

Ketua Dewan Santri Pondok Pesantren Mahasiswa Miftahul Khoir Bandung

Piala Dunia 2010 sudah mendekati puncaknya dengan 4 negara yang bertanding di babak semifinal yaitu Jerman melawan Spanyol dan Uruguay menantang Belanda. Dari empat negara tersebut, kemenangan meyakinkan diperoleh Jerman atas lawan-lawannya. Di babak penyisihan grup, Jerman berhasil melumat Australia 4-0, kalah 0-1 dari Serbia, dan menang atas Ghana 1-0. Jerman kembali menang meyakinkan atas Inggris dengan skor 4-1 di babak perdelapanfinal serta membantai tim kuat Argentina dengan skor 4-0 di babak perempatfinal.

Kekompakan tim Jerman terbukti bisa mengalahkan tim sekelas Argentina yang lebih mengandalkan kemampuan individu para pemain depannya. Pencetak gol kemenangan Jerman antara lain Thomas Muller (pemain tengah), Miroslave Klose (pemain depan) dengan dua golnya, dan Arne Freidrich (pemain belakang) juga tidak ketinggalan dengan 1 golnya. Pelatih Jerman, Joachim Loew, lebih mengandalkan perpaduan antara pemain muda berpotensi dengan beberapa pemain senior. Dan hasilnya, Jerman pun mampu memporak-porandakan Argentina.

Seiring dengan semakin dekatnya final Piala Dunia, umat Islam pun akan memperingati peristiwa besar yang terjadi 14 abad yang lalu yaitu peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW pada tanggal 27 Rajab 1431 H atau 10 Juli 2010 M. Kalau kita membuka kembali kalender Hijriyah 89 tahun yang lalu pada tanggal yang sama, kita akan menjumpai peristiwa jatuhnya Khilafah Islam. Kekhalifahan Turki Utsmani yang merupakan bentuk formal negara Islam secara resmi dibubarkan oleh seorang agen Inggris keturunan Yahudi yang bernama Mustafa Kemal Pasha pada tanggal 27 Rajab 1342 H atau 3 Maret 1924 M. Khilafah Islam pun dihapus dan diganti dengan Republik Turki yang menganut asas sekular-demokratis.

Tim sepakbola Islam

Setelah runtuhnya Khilafah Islam, sebagian umat Islam yang dimotori oleh para ‘ulama berusaha untuk mendirikan kembali negara Islam, termasuk di Indonesia. Spirit untuk membuat peradaban Islam kembali menjadi ustadziatul ‘alam (guru bagi alam semesta) inilah yang mendorong munculnya banyak jamaah dari umat Islam (jama’atul minal muslimin). Jamaah-jamaah yang bermunculan di Indonesia antara lain Nahdlatul ‘Ulama, Muhammadiyah, Tarbiyah, Hizbut Tahrir, Salafi, Jama’ah Tabligh, Persatuan Islam (Persis), Front Pembela Islam (FPI), dan masih banyak lagi jamaah yang lain. Jamaah-jamaah tersebut meyakini spirit bahwa kelak akan tegak kembali khilafah seperti yang dijanjikan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya.

“...kemudian akan muncul (lagi) khilafah yang mengikuti sistem kenabian.”(HR Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi)

Kendatipun jamaah-jamaah Islam tersebut memiliki tujuan yang sama, mereka menempuh jalan perjuangan yang berbeda-beda. Tidak jarang karena perbedaan tersebut menyebabkan terjadinya konflik. Salah satu konflik yang terjadi akhir-akhir ini adalah ada sebuah jamaah melalui medianya menuduh jamaah lain yang terjun di perjuangan politik praktis sebagai penipu karena tidak mampu berbuat banyak untuk ummat dan terkesan seperti tidak memperjuangkan Islam.

Konflik antarjamaah seharusnya tidak perlu terjadi jikalau setiap jamaah menyadari peran dan tugasnya masing-masing. Ibarat sebuah tim sepakbola, setiap jamaah menempati posisinya masing-masing. Ada jamaah yang berposisi sebagai striker yang tugas utamanya adalah ‘mencetak gol’. Jamaah-jamaah tersebut selain membina masyarakat juga berjuang lewat ranah siyasi (politik) untuk merebut kekuasaan Islam seperti perjuangan yang dilakukan oleh PKS, PPP, PAN, dan PKB. Jamaah tersebut berupaya membawa ‘spirit masjid’ dalam ranah pemerintahan. Adapula jamaah yang tidak berkecimpung dalam politik praktis tetapi berperan dalam menyadarkan masyarakat melalui sosialisasi khilafahnya. Adapula jamaah yang secara tidak disadari juga telah berperan sebagai pemain belakang dalam menjaga pertahanan masyarakat dari bahaya kemaksiatan dan upaya-upaya penghancuran moral generasi muda Islam.

Seperti halnya tim sepakbola yang ingin mendapatkan kemenangan, kerjasama dan kekompakan antarjamaah pun sangat dibutuhkan untuk mencapai kemenangan perjuangan Islam. Apabila ada salah satu jamaah yang lengah dalam berjuang maka kewajiban jama’ah yang lain adalah mengingatkan secara langsung bukannya malah mencaci-maki. Apabila suatu jamaah terdapat kekurangan dalam hal cabang agama, maka kewajiban jamaah yang lain adalah memperbaiki kekurangan tersebut dari dalam jamaah yang terdapat kekurangan. Apabila perbaikan tidak mungkin dilaksanakan, persatuan umat harus lebih diutamakan.

Kerjasama antarjamaah dalam menegakkan Islam melalui sistem bottom-up (masyarakat menuju khilafah) dan top-down (khilafah mengatur masyarakat) juga perlu upaya sinergisasi. Kalaulah hanya mengandalkan perjuangan top-down nampaknya kekuatan Islam belum signifikan. Empat partai berasas Islam yang berjuang di legislatif baru mencapai 191 kursi (dari 576 kursi DPR atau 742 kursi MPR). Jumlah tersebut tidak mencapai syarat yang diperlukan untuk mengusulkan undang-undang syariat Islam karena syarat minimalnya adalah 1/3 anggota MPR. Belum lagi undang-undang syariat Islam akan diberlakukan harus disetujui oleh sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR. Oleh karena itu, sangat masuk akal jika perubahan di ranah politik belum terlalu signifikan.

Mungkin akan terasa indah jika antarjamaah bisa saling memuji dan menghargai setiap amal perjuangan yang dilakukan. Dan bukan tidak mungkin kekompakan antarjamaah bisa seperti Jerman yang dengan kekompakan timnya berhasil mengalahkan lawan-lawan yang tangguh. Apabila demikian, bukan tidak mungkin khilafah Islam akan lebih cepat diraih dan kesejahteraan umat manusia khususnya di Indonesia akan tercapai.



Komitmen Shalat Berjama’ah di Masjid

Aku berlindung dari godaan syaithan yang terkutuk

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Mulai 21 Rajab 1431 Hijriyah atau 5 Juli 2010 Miladiyah, saya akan berkomitmen shalat berjama’ah di Masjid dan sedapat mungkin tidak tertinggal takbir pertama hingga 30 Sya’ban 1431 H atau 10 Agustus 2010 M.

Semoga Allah memberikan kekuatan dan keistiqomahan pada diri yang lemah ini. Amiin